Kabartelisik – Inspektur Dua Rudy Soik, anggota polisi yang dipecat oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) karena membongkar praktik mafia BBM ilegal di Kupang, mendatangi kantor Komnas HAM untuk mengadukan dugaan diskriminasi dan meminta perlindungan, Jumat (25/10/2024). Didampingi kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen, Rudy juga berencana meminta bantuan dari Komnas Perempuan.

Ferdy menjelaskan bahwa pemecatan Rudy yang dilakukan melalui pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dianggap tidak adil. Selain itu, Rudy dan keluarganya menghadapi berbagai ancaman, termasuk upaya pencegatan terhadap istrinya serta pemasangan alat penyadap di sekitar rumah.

Rudy sebelumnya dikenal sebagai polisi di Polres Kupang yang mengungkap kasus penimbunan BBM bersubsidi di Kupang, NTT. Kasus ini berawal dari kelangkaan BBM yang seharusnya disalurkan kepada nelayan. Setelah menyegel lokasi yang diduga sebagai tempat penyimpanan BBM ilegal, Rudy dilaporkan ke Propam Polda NTT oleh pemilik lokasi tersebut. Tuduhan pelanggaran kode etik pun diarahkan kepada Rudy, yang kemudian dijatuhi sanksi PTDH pada 11 Oktober 2024, berdasarkan Putusan Nomor: PUT/38/X/2024.

Meski tidak terima dan mengajukan banding, Rudy terus menghadapi tekanan. Polda NTT bahkan berupaya menahannya secara paksa di kediamannya, tetapi upaya tersebut ditolak oleh Rudy. Pihak Polda NTT mengklaim bahwa Rudy juga terlibat dalam pelanggaran etik lainnya, termasuk absensi dari tugasnya di kantor.

Sementara itu, Aliansi Peduli Kemanusiaan Kota Kupang melakukan unjuk rasa di depan Polda NTT, menuding Rudy terlibat dalam dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Namun, tuduhan tersebut belum dilaporkan ke pihak berwenang.

Kasus ini kini tengah diawasi oleh Komnas HAM, yang akan mempelajari lebih lanjut laporan diskriminasi yang diajukan Rudy Soik, serta memberikan dukungan dalam memastikan hak-haknya sebagai warga negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *